Banten

Soal Parkir, Saksi Ahli LBH sebut Parkir Aeon Ilegal

Administrator | Rabu, 16 November 2016

TIGARAKSA - Sidang Citizen Law Suit (gugatan warga negara) terkait penarikan parkir liar di Aeon Mall oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tangerang terus berlanjut di Pengadilan Negeri Tangerang. Agenda sidang keterangan saksi ahli ini menghadirkan Intan Fitri Meutia, ahli kebijakan publik yang juga Dosen Administrasi Negara di Universitas Lampung, Rabu (16/11/2016).
    
Sidang terbuka yang dipimpin Maringan Sitompul ini berlangsung hampir 1,5 jam. Dalam pembacaannya, Intan menyebutkan bahwa Bupati dan Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) wajib menutup kegiatan parkir ilegal milik PT. Securindo Packatama itu.

Menurut Intan, indikasi parkir liar karena belum adanya bukti pembayaran pajak parkir melalui berkas oleh PT. Securindo Packatama kepada BPMPTSP. Pelaporan pajak terutang sendiri disampaikan dalam bentuk Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTD). 

"Bupati Tangerang dan BPMPTSP sebagai pejabat publik punya hak menutup jika belum ada bukti pembayaran pajak yang diberikan pengelola parkir," katanya.

Kata dia, meski pengelola parkir beritikad menyampaikan SSPD, hal ini sudah terlambat. Pasalnya, penyelenggaraan fasilitas parkir Aeon Mall sendiri telah beroperasi sejak Agustus 2015 lalu. 

"Jika sampai sekarang belum ada, ini jelas setara pungli," ujar wanita yang tengah  mengambil S-3 Kebijakan Publik di Kanazawa University, Jepang itu.
    
Dijelaskannya, jika hal ini dibiarkan akan timbul kekacauan antara pengelola parkir dan warga. Konflik lebih luas akan terjadi. "Legalisasi karcis sendiri belum jelas," tegas Intan.

Pelapor yang juga pengacara LBH Tangerang Juwendi Leksa Utama mengatakan, selama belum ada izin, pengelola parkir mampu mengantongi Rp400 juta dalam sebulan. LBH juga mendesak kepada pengusaha agar mengembalikan semua biaya parkir pengunjung yang masuk ke kantong pengelola.     

"Jangan sampai ada stigma bahwa BPMPTSP melakukan pembiaran terhadap oknum pungli. Padahal sekarang jenis pungli apapun lagi gencar dilarang oleh pemerintah pusat," ujarnya.
    
Menurutnya, dalam kasus ini, Pemkab Tangerang informasinya sudah melayangkan surat peringatan penutupan kepada PT. Securindo Packatama Indonesia selaku pengelola parkir. Tetapi sampai sekarang perusahaan itu masih saja beroperasi melakukan kegiatan perparkiran. 

"Artinya Negara dalam hal ini Pemkab Tangerang harus bersikap tegas. Ketika pengusaha parkir tidak mengindahkan, maka tutup saja," tandasnya.
   
Dalam proses gugatan, sambung Juwendi, Pemkab Tangerang sempat melakukan upaya eksepsi (keberatan) pada sidang putusan sela.  Tetapi semua keberatannya ditolak PN Tangerang karena tidak memenuhi unsur.
   
"PN Tangerang melanjutkan pokok perkara terkait adanya dugaan pembiaran tempat usaha illegal yang dilakukan oleh Pemkab Tangerang, karena menyebabkan kerugian Negara," ucapnya.
    
Majelis Hakim akhirnya memutuskan memanggil Kepala BPMPTSP Kabupaten Tangerang Akip Syamsudin untuk menjelaskan masalah tersebut dalam agenda sidang, Rabu (23/11) depan.
    
Sementara Lina, tim Kuasa Hukum Pemkab Tangerang ketika dikonfirmasi wartawan beberapa waktu lalu enggan menanggapi kasus tersebut. (day)