Banten

Sertifikat PTSL Tak Kunjung Kelar, Emak-Emak Geruduk Kantor Desa Bantar Panjang

Administrator | Selasa, 25 Januari 2022

Sejumlah Emak-Emak menggeruduk kantor Desa Bantar Panjang untuk meminta kejelasan program PTSL.

TIGARAKSA, (JT) - Sejumlah emak-emak menggeruduk kantor Desa Bantar Panjang, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (24/01/2022). Para emak-emak ini mempertanyakan kejelasan sertifikat tanah yang sempat diikutsertakan dalam Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). 

Salah satu warga bernama Asih mengaku heran dengan ketidakjelasan sertifikat tanah milik warga Kampung Cileles RT 02/05 yang tak kunjung diserahkan. Padahal sejumlah uang untuk keperluan administrasi sudah mereka setorkan kepada pihak desa.

"Kita datang ke Balai Desa ini untuk menanyakan sertifikat tanah yang sudah diproses selama 2 tahun. Tapi hingga kini sertifikatnya belum keluar, padahal di RT lain sudah keluar. Pertanyaan kami, kenapa tidak merata pembagian sertifikat itu?," ujarnya saat ditemui di kantor Desa Bantar Panjang.  

"Dari pihak RT untuk mengurus sertifikat kita di pungut biaya, mulai beli materai hingga pengukuran tanah," tambahnya. 

Ia menjelaskan, kedatangan dirinya dan emak-emak lain ke kantor Desa sekaligus mempertegas peruntukan iuran yang sempat mereka setor ke pihak desa. Sebab katanya, sudah hampir dua tahun mereka tidak menerima kejelasan sertifikat dari program PTSL tersebut.  

"Yang saya tau sebesar Rp50 ribu sebanyak tiga kali bayar. Sementara uang materai bayar dua kali dan pas tanda tangan di minta lagi Rp50 ribu. Jadi total kita bayar itu empat kali," katanya. 

Lebih lanjut dirinya mengancam, jika protes yang dilakukan hari ini tidak ditindaklanjuti, maka dirinya dan emak-emak lain akan membuat laporan ke pihak berwajib terkait permasalahan ini. 

"Yang jelas kami akan bertindak lebih tegas dan tidak menutup kemungkinan akan membuat laporan ke pihak berwajib," pungkasnya. 

Warga yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan, selain saat penyerahan sertifikat tanah, pungutan tersebut juga dilakukan sebelum pembuatan sertifikat.

"Sebelum bikin sertifikat kita diminta untuk biaya Materai dan lain-lain, eh pas sertifikatnya udah jadi kita juga dimintain duit 300 ribu," katanya saat ditemui wartawan. 

Selain dipungut uang ratusan ribu, dirinya juga mengaku, proses penyerahan sertifikat tersebut janggal. Sebab katanya, dilakukan pada dini hari, di mana  waktu orang untuk beristirahat. 

"Nganter sertifikatnya jam 3 pagi pak, sekalian diminta duit juga sebesar 300ribu," ungkap AM kepada wartawan.

Senada dengan Am, warga lain yang tak ingin disebut namanya juga mengungkap, dirinya juga mengaku menjadi korban saat proses pendaftaran program PTSL. 

Dirinya mengungkap, pungutan tersebut dilakukan langsung oleh oknum RT yang didampingi staff desa dan dilakukan secara bertahap dengan dalih akan digunakan untuk mengurus biaya pengukuran luas tanah hingga biaya materai.

"Pertama patok 10 ribu, ke dua kali 50 ribu untuk pengukuran, 50 ribu lagi untuk konsumsi dan rokok, yang terakhir 50ribu untuk tambahan konsumsi karna orangnya banyak, pokoknya 100ribu itu untuk konsumsi. Terakhir lagi minta buat Materai 4 kali, 48 ribu," ungkapnya. 

Sementara Ketua RT 02/05 Kasman sekaligus mewakili pihak Desa mengatakan, uang yang disetor oleh beberapa warga digunakan untuk membeli Materai hingga keperluan konsumsi petugas di lapangan. 

"Engga, kan begini, orang kerja di lapangan harus minum, jujur saya. Nanti kalau itu kan ya namanya di lapangan kan tau sendiri pak, kita haus minum, terus buat ngerokok," terangnya. (ROM/PUT)