Figur
Puasa, Lockdown Asyik Juga

Oleh : Tubagus Soleh
Tidak menduga sama sekali, kalau puasa Ramadhan tahun 1441 H/2020 menjalaninya dengan cara berbeda dari tahun sebelumnya.
Sejak geger Covid19, semuanya nyaris berubah. Mulai dari penutupan Masjid untuk shalat berjamaah, tabligh Akbar dan yang bikin sedih Taraweh juga harus di rumah masing-masing.
Biasanya saya tidak terlalu ambil pusing kalau pulang kemagriban di jalan. Karena di masjid kita bisa takjil. Setiap Masjid pasti menyediakan takjil untuk para Musafir. Ada yang mewah atau alakadarnya tergantung kondisinya. Karena setiap Ramadhan hal seperti itu sudah menjadi tradisi. Dan Alloh SWT sudah berikan rizki yang berlimpah kepada para hambaNya. Sepertinya untuk bisa berbagi kepada sesama. Tanpa kecuali.
Di tahun lalu juga, kita masih bisa lihat jadwal bukber para pejabat. Itu pun kalau ingin bukber agak berbeda. Atau kalau kagak mau yang rame, ingin khusu' gitu, tinggal pilih masjid yang sesuai dengan selera kita berjamaah taraweh.
Alhamdulillah berkat Covid-19, semua kegiatan itu berhenti. Sekarang, setiap Bapak atau Ibu harus menjadi Kepala Madrasah di rumah masing-masing. Bulan Ramadhan ini setiap Bapak dipaksa untuk menjadi Imam Shalat dan Imam Taraweh. Harus bisa membaca doa kamilin. Harus bisa memimpin dzikir dan seterusnya.
Sedang Ibu harus mampu mendampingi anak-anak belajar dan menyiapkan makanan untuk berbuka dan sahur. Kebayang gimana capeknya. Kebayang bila bapak dan Ibunya selama ini tidak peduli pada nilai-nilai pendidikan agama dirinya dan keluarganya. Pasti puyeng.
Sahabat saya, KH Tb Sehabudin pimpinan Ponpes Darussaadah Kp Doyong Jati Uwung Kota Tangerang bercerita, ada seorang bapak yang menuturkan cerita bahwa dia tidak melaksanakan Shalat Taraweh. Disebabkan harus menjadi Imam di rumah bersama anak dan Istrinya. Karena seumur-umur selama hidupnya belum pernah menjadi Imam Shalat. Apalagi menjadi Imam Shalat Taraweh.
Bahkan ada cerita lucu juga, ada seorang bapak yang menghindar kalau disuruh jadi Imam Shalat Subuh karena tidak hapal baca doa qunut. Padahal dia jebolan pesantren.
Saya yang mendengar cerita dari beliau hanya tertawa ngikik saja. Sambil guyon, waduh waktu di pesantren pasti selalu jadi makmum saja kali. Kagak pernah jadi Imam. Kami pun tertawa bersama-sama. Sekaligus menertawakan diri sendiri.
Covid19 memang dahsyat. Kehadirannya tidak diundang. Dan kepergiannya pun tidak dipersilahkan. Tapi sungguh membuat banyak pihak yang tersadarkan.
Yang paling nyata, adalah Bapak Ibu di rumah. Harus menjadi kepala Madrasah. Sekaligus menjadi Instruktur Leadership Training di rumah masing-masing.
Seandainya Lockdown ini di perpanjang, hasilnya pasti lebih dahsyat lagi. Itu kalau melihatnya dari Pandangan dan sikap hidup yang positif.
Terimakasih Covid19. Terimakasih Pak Jokowi. Terimakasih Para Gubernur, Walikota, Bupati, Camat, Lurah dan RW/Rt, TNI/Polri yang telah memberikan pengamanan bagi seluruh rakyat dimasa pandemi Covid-19. Sehingga Puasa Ramadhan bisa tetap dilaksanakan dengan khusu'.
Berkat Covid19, Puasa Ramadhan kita jadi berbeda. Dan ini menjadi pengalaman hidup yang luar biasa dahsyat.
Tetap Bahagia, Tetap Ceria. Ramadhan Pasti bawa berkah.
Penulis adalah Ketua Umum Babad Banten & Jaringan Pemikir Banten (JPB)

- Relawan GEMAS Sumbang 50.000 Masker ke Polda Metro
- Orang Kaya Dapat Bantuan, Warga Cisoka Kirim Surat Terbuka untuk Presiden
- Mobil Dokter Tirta Dibobol Maling di Minimarket Kawasan BSD
- Penyaluran Bantuan Sosial di Kabupaten Tangerang Masih Carut Marut
- Ditengah Pademi Covid-19, IMI Kabupaten Tangerang Bagikan Masker dan Sabun