Pendidikan

Pengelolaan SMA dan SMK di Bojonegoro Tanggung Jawab Provinsi

Administrator | Rabu, 15 Februari 2017

BOJONEGORO - Bupati Bojonegoro Suyoto yang akrab dipanggil Kang Yoto menilai tidak perlu ada polemik soal biaya pendidikan. Hal itu ditegaskan Kang Yoto berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pengalihan wewenang penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah provinsi.

Seperti diketahui, melalui aturan itu, pengelolaan SMA/SMK se-Jatim resmi menjadi kewenangan pemprov Jatim. Dengan kewenangan pengelolaan itu, pemprov menerapkan standar sumbangan pendanaan pendidikan (SPP) baru yang berlaku untuk SMA/SMK.

"Pertanyaan yang lebih penting soal akses pendidikan ialah manakah yang paling pas antara sekolah gratis atau terjangkau," ujar pria yang menjabat sebagai Waketum PAN ini.

Soal pendidikan, sudah ia pikirkan ketika kali pertama mengetahui angka partisipasi SMP dan SMA di Bojonegoro rendah. Dia memberi gambaran, tahun 2007 di beberapa kabupaten/kota sudah menerapkan sekolah gratis. Dan Bojonegoro lebih memilih pendekatan sekolah terjangkau, bukan gratis.

Ada beberapa pertimbangan. Pertama, di lima tahun pertama jabatan Kang Yoto sebagai bupati, anggaran pemerintah saat itu sangat jauh dari cukup. Fokus utamanya ada pada pembangunan infrastruktur jalan, pertanian, kesehatan dan pendidikan.

Kedua, jumlah sekolah swasta di Bojonegoro banyak. Karena itu, kalau harus gratis tidak boleh hanya sekolah negeri saja. Sementara yang swasta, tetap bayar. Ketiga, di Bojonegoro sudah ada sekolah yang karena usianya, memiliki reputasi unggulan. Para orang tua dengan suka rela mau membayar, untuk peningkatan proses belajar mengajar.

Keempat, pemberian BOS dalam jumlah besar yang membuat sekolah mampu menutup biaya operasionalnya, sehingga tidak perlu lagi menarik dari orang siswa alias sekolah gratis. Namun dalam praktiknya, ini membawa masalah, terutama soal perbedaan kebutuhan biaya masing-masing sekolah desa kota yang selama ini berbeda.

Menurut Kang Nyoto, dengan sekolah gratis, ada kecenderungan merugikan dunia pendidikan. Yakni, peningkatan pendirian sekolah baru dan praktik bully sebagian guru kepada murid dengan alasan sekolah gratis yang membuat posisi murid menjadi lemah.  

Lalu bagaimana agar semua anak Bojonegoro usia 16-18 tahun dapat kesempatan belajar di SMA? pemerintah lebih memilih bantuan langsung kepada anak-anak yang masih bersekolah lewat pemerintah desa.

"Tahun 2015, sebagai uji coba, bantuan kami istilahkan adalah Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan sebesar Rp 500 ribu per siswa. Angka ini, naik menjadi Rp 2 juta per siswa di tahun 2016/2017," jelasnya.

Lewat bantuan langsung ini, anak anak, jadi punya uang untuk membayar sekolah. Di manapun sekolahnya, negeri atau swasta. Dengan melibatkan lemdes dan masyarakat, maka anak anak mendapatkan kontrol apabila tidak sekolah. Anak anak menjadi lebih percaya diri di depan guru, karena membayar biaya pendidikan, sekolah negeri maupun swasta.

Mereka akhirnya berlomba memberikan layanan yang terbaik. Ini juga tidak masalah bila anak sekolah ke luar Bojonegoro.

Karena itu, Kang Yoto menilai, saat pengelolaan SMA dipindah dari kabupaten dan kota ke provinsi, sekolah gratis atau membayar,  tidak lagi relevan diperbincangkan di Bojonegoro. Kini tanggung jawab provinsi adalah memberikan layanan pendidikan SMA terbaik. Sementara pemkab, bisa fokus membuat warganya mampu sekolah.

Untuk diketahui, besaran SPP untuk siswa SMA dan SMK di Jawa Timur berbeda. Demikian juga untuk SMK bidang teknik dan SMK nonteknik. Surabaya, misalnya biaya pendidikan di jenjang SMA mencapai Rp 3 juta per siswa per tahun. Dengan bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah pusat Rp 1,4 juta per siswa per tahun, biaya yang harus ditanggung setiap siswa Rp 1,6 juta per tahun.

Dari situ lalu muncul besaran SPP per bulan. Dengan hitungan tersebut, besaran SPP SMA Surabaya Rp 135 ribu per bulan Untuk jenjang SMK, besaran SPP bidang teknik mencapai Rp 215 ribu per siswa per bulan. Angka itu sudah melalui penghitungan biaya pendidikan per siswa per tahun yang mencapai Rp 4 juta. Untuk SMK nonteknik, nilai SPP-nya mencapai Rp 175 ribu per siswa per bulan. (rls/put)