Nasional

Pemerintah Susun Formulasi Kebijakan Fiskal Untuk Hasilkan Dampak Jangka Panjang

Administrator | Senin, 07 Juni 2021

Foto: Ilustrasi

JAKARTA, (JT) - Dalam konteks Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022, selain berusaha melihat konteks jangka menengah untuk bisa memulihkan perekonomian saat ini kuartal demi kuartal, Pemerintah juga membuat formulasi reformasi fiskal yang dapat menghasilkan dampak jangka panjang hingga 5-10 tahun ke depan.

“Pandemi covid-19 di 2020 menyebabkan produktivitas kita terkoreksi. Saat ini di 2021 pertumbuhan ekonomi kita akan positif dan jauh lebih baik tentunya dibandingkan minus 2,1 seperti 2020 kemarin. Kita tidak melihat hanya 2021 saja, kita harus melihat 2022 akan seperti apa sampai 2025 dengan skenario melakukan reform yang serius (dibandingkan) kalau kita melakukan bisnis as usual,” ujar Febrio Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), saat mengelar Dialogue KiTa edisi Juni 2021 yang mengangkat tema Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Fiskal 2022, dilansir dari laman web kemenkue.go.id, Senin (7/6/2021).

Selain reformasi fiskal, pemulihan dan akselerasi pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dapat diraih dengan mengoptimalkan bonus demografi dan reformasi struktural untuk meningkatkan produktivitas yang dapat dibagi menjadi tiga hal penting. Pertama, peningkatan sumber daya manusia, APBN akan menerjemahkan  dari anggaran pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial serta menjaga kualitas belanja untuk masing-masing.

“Sementara tema kedua yang sangat besar dan juga masih terus kita lanjutkan dari sebelumnya adalah penyediaan infrastruktur mulai dari infrastruktur dasar yang mendorong konektivitas, kita juga tahu bahwa infrastruktur kita harus semakin sesuai dengan struktur perekonomian kita yang semakin digital. Lalu bagaimana energi harus tersedia, pangan juga harus tersedia, dan dorongan industrialisasi harus terus kita lakukan,” tambah Febrio. 

Selain itu, yang tidak kalah penting adalah institutional development. Bagaimana reformasi birokrasi dan regulasi itu kemudian diterjemahkan menjadi kemudahan berusaha bagi masyarakat, bagi investor, bagi semua masyarakat yang bisa menciptakan lapangan kerja. 

“Juga bagaimana kita akan melihat lebih banyak investasi dan lebih banyak lapangan kerja. Inilah yang kemudian kita harapkan menunjukkan nanti dorongan dari reform ini tidak hanya menghasilkan business as usual, tetapi perekonomian kita bisa perform di level yang lebih tinggi kalau kita dorong reformasi ini dalam beberapa tahun kedepan,” tutup Febrio. 

Senior Vice President yang juga sebagai Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, transformasi ekonomi diharapkan dapat mengembalikan perekonomian seperti sebelum pandemi covid-19 di 2020. Oleh sebab itu diperlukan langkah-langkah pemulihan ekonomi dalam waktu jangka pendek ini secara cepat serta reformasi struktural yang juga dapat menjadi solusi dari middle income trap.

“Ini memang harus didukung ya karena kita lihat rata-rata perhitungan dari Bappenas sebelum 2045 ya kita keluar dari middle income trap diperlukan tadi pertumbuhan ekonomi yang cepat yang tinggi ya dan itu yang kita harapkan juga kedepannya bahwa reformasi struktural ini menjadi prasyarat penting mendorong pertumbuhan ekonomi kita ini bisa meningkat terus ya PDB per kapita kita meningkat dan harapannya bisa keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah di 2045,” pungkas Josua. (red)