Figur

Kritisme Terhadap Darurat Pertanian Kabupaten Tangerang

Administrator | Jumat, 27 November 2020

Oleh : Budi Usman

Himpunan mahasiswa dan Pemuda Tangerang Utara (Himaputra) bersepakat berdialog bersama Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tangerang Azis Gunawan beserta Jajaran Staff dan Penyuluh Pertanian, Jum'at(13/11/2020) lalu di BPP Sepatan Kabupaten Tangerang.

Herdi Rukmana Wakil Ketua Himaputra Meminta dengan sangat kepada Dinas Pertanian untuk berkoordinasi dengan BUMD atau istansi terkait, agar mampu mengakomodir pasca panen para petani supaya diproduksi sendiri dan dijual sendiri di gudang beras milik Pemda yang dikelola BUMD, di Kecamatan Teluknaga. Himaputra
meminta Dinas Pertanian berkoordinasilah dengan BUMD atau Instansi Lain. Supaya pasca panen petani kita bisa produksi beras sendiri punya juga merk beras Tangerang sendiri.
Cita-cita Himaputra secara organisasi adalah agar beras Tangerang ada produknya dan dijual serta dinikmati warga Tangerang. Dan Petani Tangerang ikut sejahtera karena gabah atau berasnya dibeli oleh pemda atau instansi pemerintah.

Dilihat dari catatan foto udara citra satelit Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Banten, luas baku lahan pertanian di Kabupaten Tangerang dari tahun 2018 sampai 2019, mengalami rekor tertinggi terjadinya alih fungsi lahan pertanian, mengalahkan Kabupaten Serang yang sejak tahun 2013 selalu menjadi juara pertama kasus alih fungsi lahan.

Berdasarkan hasil kajian Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung tahun 2019 menyebutkan, dalam kurun waktu tahun 2019, di Kabupaten Tangerang terjadi kasus alih fungsi lahan seluas 482,07 hektare, Kabupaten Serang seluas 223,39 hektare, Kota Serang seluas 68,55 hektare, Kota Cilegon seluas 88,23 hektare, dan Kota Tangerang seluas 36,69 hektare.

Kabupaten Tangerang menjadi yang tertinggi menyalip Kabupaten Serang yang pada tahun 2013-2018 selalu menempati posisi pertama daerah dengan penurunan lahan pertanian tertinggi di Provinsi Banten, dengan luas lahan 14.639 ha. Kemudian diikuti Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Pandeglang seluas 8.979 ha dan 3.455.

Dalam lima tahun terakhir secara persentase Kota Tangerang Selatan (Tangsel) paling tinggi mengurangi luas lahan sawahnya sebesar 75 persen, dari semula 213 hektare pada tahun 2013, menjadi hanya tersisa 54 hektare pada tahun 2018. Hal serupa juga terjadi di Kota Tangerang yang luas lahan sawahnya berkurang sebesar 43 persen, dari 815 hektare pada tahun 2013 menjadi 463 hektare pada tahun 2018.

Sebagian besar alih fungsi lahan pertanian di Provinsi Banten terjadi karena pengembangan perumahan, industri, infrastruktur, dan yang lainnya.

Situasi ini sangat sering dijumpai di daerah perkotaan sebagai kompensasi pergeseran masyarakat dari pertanian ke industri dan jasa. Kenyataan ini kian mengkhawatirkan bila merujuk data BPS tahun 2019 yang menyebutkan sekitar 150 ribu petani baik di bidang perkebunan, persawahan atau perhutanan di Provinsi Banten memilih meninggalkan tanah pertaniannya.

Sehingga pada tahun 2018, total luas lahan baku sawah di Provinsi Banten tercatat sebesar 196.285 hektare dan total luas lahan pertanian secara keseluruhan seluas 706.939 hektare.
Keseriusan pemerintah bisa dilihat dari menjalankan mandat Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Perda PLP2B).

Peraturan yang juga penting di Banten adalah Perda tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Apakah sudah disahkan? Karena selalu menjadi langganan prolegda setiap tahun. Demikian juga perda pangan, yang menjaga agar banten tidak krisis pangan dan menjadi peta jalan mewujudkan kedaulatan pangan di Banten.

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten menyatakan laju penyusutan luas baku lahan pertanian di Banten dalam lima tahun terakhir mencapai 0,14 persen per tahun, atau menghilang sekitar 273 hektare tiap tahun.

BPS Provinsi Banten mencarat berdasarkan data terbaru sejak 2013, luas baku lahan sawah yang tersebar di empat kabupatan dan empat kota di Banten tersisa 194.716 hektare.

Adapun rincian sisa sawah di empat kabupaten, tuturnya, adalah Pandeglang tersisa 54.080 hektare, Lebak 45.843 hektare, Tangerang 38.644 hektare dan Serang 45.024 hektare. Sementara luas baku lahan sawah di kawasan perkotaan seperti Kota Tangerang tersisa 690 hektare, Cilegon 1.746 ha, Serang 8.476 ha dan Tangerang Selatan hanya tersisa 213 hektare.

Kementrian pertanian melalui Dirjen sarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian pernah merilis bahwa tingkat alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian seperti untuk industri, permukiman ataupun pembangunan prasarana lainnya dewasa ini semakin meningkat dan jika tidak dihentikan, lahan pertanian sawah akan habis.

Jika alih fungsi lahan pertanian dapat dihentikan sementara maka akan ada waktu untuk melakukan zonasi atau tata ruang dan wilayah bagi kawasan industri, pemukiman maupun pertanian.

Idealnya kita meminta seluruh pemerintah daerah dapat tegas menyetop atau moratorium alih fungsi lahan pertanian jika tidak untuk kepentingan fasilitas publik yang memaksa.
Bijaknya pemerintah jangan mendorong tumbuhnya industri atau kawasan komersil hanya untuk menarik pajak demi menambah pendapatan daerah. Harus berpikir jangka panjang untuk masa depan. Sudah jelas bahwa fungsi ketahanan pangan lebih menyejahterakan rakyat di desa dan juga berdampak ke kota.

‪Lebih ironis lagi, warga desa seakan tidak berdaya menentang keinginan pemerintah daerah yang berambisi tetap menjadikan lahan pertanian dibangun industri. Mau atau tidak, warga menjual lahannya. Karena warga desa diiming-imingkan pemberian pembangunan infrastruktur, dan janji lainnya dengan dalih percepatan pembangunan.

SARAN

Pasca ratifikasi UU Omnibus law yang juga memuat regulasi penataan ruang sudah seharusnya menggunakan pendekatan pembangunan berkelanjutan karena pemanfaatan sumberdaya (termasuk ruang) bukan untuk generasi yang hidup sekarang saja tapi harus dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang.

Penataan ruang tidak boleh hanya memperhatikan keuntungan ekonomi karena jika satu aspek ekonomi saja yang menjadi perhatian, maka fungsi lahan/ruang untuk aspek sosial dan lingkungan akan menjadi korban sehingga kelestarian lingkungan menjadi menurun dan pada ujungnya nanti menyebabkan munculnya masalah yang lebih rumit serta mengancam keberlangsungan lingkungan hidup dan ekologi alam di bumi tercinta. (**)

Penulis Adalah Direktur Eksekutif Komunike Tangerang Utara