Figur

Demam KPPS, Hiburan Ditengah Kontestasi

Administrator | Rabu, 31 Januari 2024

Oleh : Ocit Abdurrosyid Siddiq

Pasca dilantik secara serentak se Indonesia, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS menjadi viral. Viral bukan karena pasca pelantikan mereka diinstruksikan untuk menanam pohon. Tapi viral karena guyonannya.

Bila aksi penanaman pohon yang dilakukan oleh KPPS sebagai tindak lanjut instruksi KPU yang terasa populis mendapatkan aplaus dan pujian sesaat hanya pada saat itu, lain halnya dengan guyonan tersebab status baru ini. 

KPPS merupakan sebuah tim yang terdiri dari 7 orang. Mereka dibentuk dan menjadi penanggung-jawab pelaksanaan pemungutan suara di tingkat Tempat Pemungutan Suara atau TPS pada Pemilu 2024 yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 nanti.

Secara berjenjang, pelaksana teknis Pemilu itu terdiri dari KPU RI, KPU Provinsi, KPU Kabupaten dan Kota, Panitia Pemilihan Kecamatan atau PPK di tingkat Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara atau PPS di tingkat Desa dan Kelurahan, dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS di tingkat TPS.

Berbeda dengan KPU yang bersifat permanen yang masa kerjanya selama 5 tahun dalam satu periode masa jabatan, PPK, PPS, dan KPPS bersifat ad hoc. Dibentuk menjelang hari H dan berakhir setelah hari H. Ad hoc merupakan jabatan sementara.

Bila PPK dan PPS masa kerjanya hingga 8 bulan -dibentuk paling lambat 6 bulan sebelum pemilihan dan dibubarkan setelah 2 bulan hari pemungutan suara- sementara KPPS dibentuk paling lambat 14 hari sebelum hari H dan dibubarkan 1 bulan setelah hari H.

Honorarium untuk anggota PPK sebesar 2.200.000 per bulan, untuk anggota PPS 1.300.000 per bulan. Dengan masa kerja selama 8 bulan, lumayan besar untuk ukuran kerja “sampingan” dari pekerjaan utama.

Sementara untuk KPPS yang dibentuk 14 hari sebelum hari H dan dibubarkan paling lambat 1 bulan setelah hari H itu, dengan hanya bekerja selama 1 hari ketika hari pemungutan dan penghitungan suara, mendapat honor sebesar 1.100.000.

Sejatinya, KPPS tidak hanya bekerja pada hari H saja. Karena mereka juga mesti menyiapkan perangkat Tempat Pemungutan Suara sebelumnya. Bahkan sejak dilantik mereka sudah harus bekerja. Namun publik kadung memahami bahwa kerja KPPS itu hanya pada hari H, hanya satu hari.

Dengan hanya bekerja 1 hari namun mendapat honor sebesar 1.100.000 inilah yang kemudian menjadi viral. Perkara ini kemudian menjadi guyonan, yang uniknya justru mereka sendiri yang melakukannya.

Dengan nada guyon beberapa diantara mereka membayangkan dengan 1 hari kerja saja bisa mendapat 1.100.000, maka dalam satu bulan bisa mendapat honor lebih dari 30 juta. Maka untuk 1 tahun akan mendapat honor lebih dari 100 juta.

Dari sinilah muncul beragam dramatisasi. Misalnya, ada anggota KPPS menyayangkan ketidak hadiran orangtua saat dia dilantik. Seolah pelantikan KPPS ini sakralitasnya sama dengan wisuda sarjana.

Ada seorang ibu-ibu anggota KPPS dengan adegan berpamitan kepada anak-anaknya untuk mengikuti pelantikan, sambil bersalaman diiringi dengan isak tangis penuh keharuan anak-anaknya, seolah akan pergi jauh dan dalam waktu yang lama.

Bagi penulis yang pernah menjadi penyelenggara Pemilu tingkat provinsi, 4 tingkat diatas mereka, yang ketika pelantikan cukup datang sendiri, tanpa kehadiran keluarga, dan tanpa publikasi, adegan ini kadar lucunya sungguh sangat mengena. Lucu banget dan karenanya menghibur.

Ada juga yang tidak lulus di tahap pantukhir atau penentuan tahap akhir menjadi anggota KPPS, hingga tidak mau makan dan minum, sembari berharap bahwa dia mesti menunggu selama 5 tahun ke depan untuk mendapatkan kesempatan kembali menjadi anggota KPPS.

Bahkan ada yang mendadak melupakan gebetan setelah dilantik dengan mengatakan “Semenjak aku diterima dan dilantik menjadi anggota KPPS, maaf seleraku kini bukan lagi kamu”. Seperti ingin menggambarkan bahwa kini dia memiliki status baru dengan selera baru.

Ada lagi yang menulis status, “Alhamdulillah lolos KPPS. Pas ditugaskan bagian menjaga tinta. Keluarga bangga banget”. Ada yang menimpali, “Kalau gua gak lolos jadi KPPS. Biar lolos itu mesti menjadi tetangga Ketua RT”.

Ada juga yang merasa mendadak naik kelas. “Semenjak aku lulus KPPS, mantan aku ngajak balikan”. Lalu ada yang kasih saran, “ Jangan mau Kak! Derajat Kakak sekarang sudah di 360 celcius”.

Seorang istri yang suaminya baru dilantik jadi Ketua KPPS, berencana akan pergi ke studio foto bareng dengan ibu-ibu lainnya untuk pengambilan gambar karena mereka akan menjadi anggota Persik (Persatuan Istri KPPS).

Seorang lelaki berkopiah yang dia pakai saat dilantik dan belum sempat dilepas, melakukan selfie sembari berkabar kepada teman perempuannya yang selama ini dekat dengannya di depan cermin dan mengatakan “Alhamdulillah, hallo Dek, mau sama abdi negara gak? Sekarang Abang sudah jadi abdi negara dilantik menjadi KPPS”.

Di aplikasi WhatsApp, si cewek berkirim pesan pribadi menggunakan emoticon tersenyum. Sang KPPS bertanya, “Kenapa?”. Dia membalas, “Kangen”. Jawaban KPPS makjleb banget, “Pas aku pengangguran kemana saja? Sekarang aku sudah lulus KPPS kamu baru muncul lagi”.

Ada yang bikin status “Pas pelantikan enggak ada yang ngasih aku buket. Padahal kan ini semua  butuh proses panjang. Aku berhak dirayakan. Bapak Ibu juga enggak datang. Kan mulai hari ini aku bukan rakyat biasa!”.

Bahkan ada yang berangan-angan setelah dilantik menjadi anggota KPPS, berencana untuk membeli mobil mewah sekelas Pajero, bermodal asumsi tadi, bahwa 1 hari kerja mendapat 1 juta lebih. Maka bila sebulan apalagi setahun, Pajero bisa lunas.

Iring-iringan semitrailer berupa car carrier yang mengangkut mobil-mobil baru untuk dikirim ke dealer pun, tidak luput dari ekspresi rasa syukur mereka, dengan menyertainya dengan narasi “inilah kendaraan operasional untuk KPPS”.

Masih banyak ekspresi rasa syukur setelah dilantik menjadi anggota KPPS ini. Kreativitas yang satire dan kadang konyol ini bisa menjadi hiburan ditengah begitu panasnya kontestasi menjelang hari pemungutan suara Pemilu 2024 ini.

Riuhnya KPPS di awal pekan ini tidak terlepas dari komitmen KPU untuk merekrut banyak anak muda sebagai petugas di TPS. Hal ini sebagai evaluasi atas banyaknya petugas TPS pada Pemilu 2019 yang meninggal dunia.

Penyelenggaraan Pemilu 2019 diwarnai dengan insiden banyaknya petugas TPS yang meninggal dunia. Mereka yang wafat umumnya sudah berusia lanjut dan komorbid. Memiliki riwayat penyakit bawaan.

Karenanya untuk Pemilu tahun ini KPU banyak merekrut petugas TPS yang masih muda, dan tentu saja sangat familiar dan akrab dengan gadget dan media sosial. Banyak diantara mereka yang pada Pemilu kali ini menjadi pengalaman pertama menjadi penyelenggara Pemilu.

Mereka inilah yang meramaikan media sosial dengan cara satire, konyol, bahkan lebay, namun sangat menghibur.  Selamat mengemban tugas. Berkat kalian, pesta demokrasi ini menjadi menggembirakan. Demam KPPS, hiburan ditengah kontestasi. Terima kasih KPPS.
***
 
Penulis adalah Ketua Forum Diskusi dan Kajian Liberal Banten Society (Fordiska Libas)