Politik

Belum Ada Aturan Tetap Bawaslu Tangsel Tak Berani Gunakan Anggaran Pilkada

Administrator | Rabu, 25 September 2019

Suasana aktivitas bawaslu Tangsel saat menjalankan aktivitas bebberapa waktu lalu.

PONDOKAREN : Belum adanya kepastian hukum terhadap kedudukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tingkat kota/kabupaten hingga hari ini, membuat Bawaslu Kota Tangsel, tidak berani menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam Pilkada 2020. Padahal tahapan pilkada akan segera dimulai awal Oktober 2019 ini.

Ketua Bawaslu Kota Tangsel Muhamad Acep menegaskan, Bawaslu Tangsel sangat takut untuk menjalankan tugasnya sebagai pengawas di Pilkada Tangsel kali ini. Karena belum adanya aturan hukum yang jelas. 

Dia juga mengatakan, saat ini pihaknya hanya diperbolehkan melakukan tandatangan Naskah Hibah Perjanjian Daerah (NHPD) untuk anggaran Pilkada 2020 besok. 

“Terakhir kami mendapatkan surat diperbolehkan untuk tandatangan NHPD, tapi kan nantinya kami juga takut untuk pelaksanaan anggarannya, karena aturannya sendiri belum jelas sampai hari ini” kata Acep kepada wartawan (25/9/2019).

Dirinya bahkan memastikan, kalau Bawaslu Tangsel tidak akan berani menggunakan anggaran Pilkada yang bersumber dari Hibah Pemkot Tangsel, sampai adanya aturan jelas terkait dengan kedudukan Bawaslu kota/kabupaten di Pilkada serentak 2020 ini. 

“Kami belum berani menggunakan anggarannya, karena sangat rawan dan rentan melawan aturan. Artinya sangat rentan digugat kedudukan kami nantinya ketika menggunakan anggaran tanpa ada regulasi baru terkait kedudukan Bawaslu di Pilkada serentak 2020,” paparnya.

Sampai saat ini  pihaknya masih menunggu adanya aturan atau penerbitan  Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk Bawaslu dalam melaksanakan Pilkada Serentak 2020. 

“Menunggu DPR RI sangat lama, kan baru 2 Oktober mereka dilantik, jadi kami berharap adanya Perppu. Tapi  kami yang dibawah tetap menyerahkan sepenuhnya kepada Bawaslu RI, dan kami ikuti nanti apa pun aturannya,” ujarnya. 

Sebelumnya, kedudukan Bawaslu dalam UU Pilkada yang hanya disebut  sebagai Panitia Pengawas Kabupaten Kota yang bersifat sementara (ad-hoc). Mereka menilai, itu bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebut Bawaslu sebagai badan tetap. Sehingga banyak pihak yang beranggapan jika lembaga pengawas yang ada saat ini masih menggunakan nama Bawaslu dan bersetatus lembaga tetap, maka sudah jelas melanggar Undang-undang Pilkada.

Dalam Undang-undang Pilkada tersebut, tepatnya pada Pasal 1 angka 17, disebutkan Panitia Pengawas Pemilihan kabupaten/kota yang selanjutnya disebut Panwas adalah panitia yang dibentuk oleh Bawaslu tingkat Provinsi.

Sehingga dalam aturan itu jelas disebutkan, bahwa dalam pelaksanaan Pilakda lembaga pengawas yang dikenal ialah Panwas yang dibentuk berdasarkan kebutuhan penylenggaran Pilakda dan pembentukanya pun dilakukan satu bulan sebelum tahapan Pilakda dimulai, dan dibubarkan setelah Pilkada selesai. 

Sementara, Bawaslu kabupaten/kota adalah lembaga tetap yang masa jabatannya periodik lima tahunan. (HAN)