Figur

Wabah Corona : Ujian Kepemimpinan Pejabat Tangsel

Administrator | Kamis, 26 Maret 2020

Oleh : Suhendar

Pandemi Corona merupakan tanggungjawab kita bersama untuk melawannya. Namun demikian, Pemerintah Kota Tangsel adalah pihak pertama dan terdepan dalam mengatasainya serta masalah lain yang muncul akibat pandemi coronanya.

Dibutuhkan kebijakan dan tindakan nyata, bukan cuma kunjungan atau himbauan, setelah itu selesai tanpa ada kebijakan dan tindakan/kegiatan yang nyata untuk masyarakat.

Untuk mengatasi pandemi coronanya, saya melihat sudah ada yang dilakukan meski secara kualitas belum maksimal. Namun untuk kebijakan/tindakan nyata masalah lain yang muncul akibat pandemi coronanya, ini yang belum ada. Misalnya tentang naiknya harga bahan pokok, melemahnya daya beli masyarakat dipasar dan ketersediaan masker. 

Semestinya kepemimpinan eksekutif daerah Tangsel: Walikota, Wakil Walikota dan Sekda, kompak dan membagi peran untuk mengatasinya. Sehingga para OPD/Dinas secara keseluruhan bisa mengambil peran secara maksimal, bukan hanya terkait sektoral atau lainnya diam menunggu tanpa berbuat sesuatu.

Hari ini kita tidak melihat adanya kebijakan atau tindakan nyata yang dilakukan oleh Pemkot Tangsel dalam rangka menekan kenaikan harga bahan pokok, seperti pengendalian panic buying, penimbunan dan lainnya, tidak ada surat edaran, pasar murah, koordinasi dengan pihak-pihak lain dan sebagainya. 

Disisi lain bersamaan dengan itu, kita juga tidak melihat adanya kebijakan atau tindakan nyata yang dilakukan oleh Pemkot Tangsel dalam rangka menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat di pasar-pasar modern dan tradisional maupun disektor usaha kecil. Baik itu melakukan penyemprotan, penyediaan pencuci tangan dan sebagainya agar pelaku usaha dan pembeli nyaman, sehingga sektor ekonomi tetap stabil. 

Dan terakhir yang sangat ironi dari kepemimpinan eksekutif daerah Tangsel:* Walikota Airin Rachmi Diany, Wakil Walikota Benyamin Davni dan Sekda Muhammad adalah tidak adanya kepekaan sosial serta kepemimpinan yang kuat untuk terdepan mengatasi kelangkaan masker. Mestinya mereka kompak dan duduk bersama untuk mengambil kebijakan dan tindakan nyata, serta kemudian mengajak seluruh jajaran pejabat daerah bersama-sama bagaimana mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga masker untuk masyarakat.

Namun faktanya, justru ada pejabat daerah yang hari ini mampu mengeluarkan uang ratusan juta hingga miliaran rupian hanya untuk memperkenalkan diri/promosi terkait pilkada, seperti diantarnya Wakil Walikota Benyamin Davni yang jika asumsinya memiliki sebanyak 40 titik reklame berizin, dikali harga sewa perbulan 40jt, maka itu artinya menelan biaya sebesar 1,6 miliar perbulan. Atau Direktur PT. PITS Ruhamaben, jika asumsinya memiliki sebanyak 500 titik spanduk/baligho (entah berizin atau tidak), dikali harga logistik per spanduk/baligho sebesar 600ribu, maka menelan biaya sebesar 300juta. 

Padahal biaya yang dikeluarkan tersebut sesungguhnya akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk masker masyarakat, baik itu diberikan secara cuma-cuma atau penjualan dengan harga murah. Hal ini sekaligus untuk menunjukan adanya kepekaan sosial dan sikap kenegarawanannya sebagai pejabat daerah, yaitu mengutamakan kepentingan masyarakat diatas kepentingan pribadi, bukan sebaliknya.

Penulis adalah Penggiat Antikorupsi, dan Dosen HAM Unpam