HUKRIM

Polisi Tembak Mati Dua Residivis Curanmor di Tangsel

Administrator | Jumat, 27 Maret 2020

JAKARTA, (JT) - Genderang perang terhadap aksi pencurian kendaraan bermotor (Curanmor) di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) terus ditabuh jajaran Polda Metro Jaya.

Tidak main-main, dua pelaku curanmor yang selama ini meresahkan masyarakat Tangsel, ditembak mati oleh jajaran Subdit III Resmob Dit Reskrimum Polda Metro Jaya pada 23 Maret 2020, karena melakukan perlawanan saat akan ditangkap.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Yusri Yunus mengungkapkan, F (29) dan A (30) dilumpuhkan polisi lantaran melawan saat hendak ditangkap di Jalan Bitung Raya, Tangerang, bersama dua pelaku lainnya. F dan A berniat menembak petugas dengan senjata api rakitan miliknya.

"Sehingga dilakukan tindakan tegas dan terukur, sesuai SOP. Penyidik menembak dan diupayakan dilarikan ke RS Kramat Jati, tapi di perjalanan meninggal dunia," kata Yusri dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Kamis (26/3/2020).

Yusri menjelaskan, tersangka F dan A merupakan residivis kasus curanmor yang pernah tiga kali ditangkap atas kasus serupa. Keduanya juga diketahui sebagai kelompok curanmor asal Lampung yang kerap beraksi di wilayah Tangsel.

"Keduanya sudah tiga kali tertangkap (kasus curanmor). Keduanya juga memang pemain dari kelompok Lampung. Wilayah operasi mereka di Tangerang Selatan," ujarnya.

Yusri menambahkan, dua tersangka lainnya berinisial LP (23) berperan sebagai pemetik, dan I berperan sebagai joki, melarikan diri. Saat ini I buron dan masuk dalam DPO.

"LP mengaku baru pertama kali ditangkap. Ini masih kita dalami apa juga residivis atau tidak, karena pengakuannya belum pernah," ucapnya.

Polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti dari para tersangka, yakni 4 unit sepeda motor matic, dan 3 unit hp. Selain itu juga disita 3 kunci letter T, 13 buah mata kunci T, satu buah tang potong, 2 pucuk senjata api rakitan, dan 10 butir peluru.

Atas kejahatan yang mereka lakukan, para pelaku dijerat Pasal 363 KUHP dan atau Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1952, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. (SHN)