Politik

Pemantau Pemilu Datangi MK Uji Materi Undang-undang

Administrator | Senin, 13 Mei 2019

Masyarakat yang terbagung dalam pemantau pemilu mengajukan gugatan uji materi undang-undang pemilu serentak di MK.

JAKARTA - Pemantau Pemilu mengajukan permohonan uji materi UU No. 7 Tahun 2017 terkait pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam gugatannya pihak pemantau pemilu meminta uji materi terkait pasal yeng berkaitan dengan pemilu serentak, yakni pasal Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017.

Mohammad Jembar Aktivis Pantura mengatakan, pihaknya bersama rekan datang ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengajukan beberapa gugatan dan uji materi dalam penyelenggaraan pemilu 2019, yang sangat melelahkan dan banyaknya petugas KPPS yang meninggal akibat proses pemilu yang begitu menguras tenaga dan pikiran.

"Kami bersama rekan mendatangi MK untuk uji materi dan gugatan pasal-pasal penyelenggara pemilu 2019," kata Moh Jembar. 
Sementara itu, Diwakili kuasa hukumnya Viktor Santoso Tandiasa mendaftarkan permohonan uji materi dengan No. 1882/PAN.MA/V/2019 pada Jumat (10/5). Dalam keterangannya Victor menjelaskan pihaknya meminta agar penyelenggaraan pemilu serentak dapat ditinjau kembali pelaksanaannya dan tidak dikunci hanya serentak saja.

"Pemilu itu sifatnya dinamis, dia harus bisa dilihat sesuai dengan masa dan zamannya. Ketika terbukti kali ini pemilu serentak dilaksanakan menimbulkan korban yang begitu banyak, artinya tidak bisa diterapkan," tutur Victor.

Dengan fakta terdapat banyak korban yang mencapai 554 Petugas penyelenggara Pemilu (KPPS, Panwaslu dan Polisi), dan 3.788 Petugas Penyelenggara Pemilu (KPPS, Panwaslu dan Polisi) yang sakit. Victor menilai keinginan dari pembentu UU yang menjadi dasar keputusan MK yang mengabulkan permohonan pemohon terkait pemilu serentak tidak sesuai.

Untuk itu pihaknya meminta agar pihak pembentuk Undang-Undang yang menentukan sistem seperti apa yang cocok pada masa dan zamannya. Bila mengacu pada putusan MK saat ni maka pemilu yang konstitusional hanya pemlu yang serentak.

"Kita minta agar ada keleluasaan dari pembentuk UU untuk menentapkan. Kalau mau pemilu serentak silahkan, tetapi dengan model seperti apa. Kalau model seperti sekarang saya yakin sampai kapan pun akan terus menimbulkan korban," terang Victor.

Idealnya menurutnya pelaksanaannya harus dipisah, dalam arti pemilu legiaaslatif terlebih dahulu baru kemudian dilaksanakan pemilu eksekutif. Sehingga kalaupun terjadi sesuatu dalam hal gangguan keamanan pada pemilu eksekutif maka legislatifnya sudah terbentuk terlebih dahulu dan tidak menimbulkan vacum of power.

Ia menjelaskan dalam pelaksanaan pemilu sendiri sebetulnya ada beberapa konsep, ada yang menginginkan pemilu nasional yakni memilih DPR, DPD dan Presiden. Juga ada yang pemilu lokal yakni kepala daerah dan DPRD. Namun kepala daerah sudah dinyatakan oleh MK bukan merupakan rezim pemilu sehingga tidak bisa lagi seharusnya dan dapat dikatakan inkonstitusional, jelas Victor.

"Kita berharap khususnya korban korban yang meninggal kali ini tidak terjadi lagi dikemudian hari kita minta MK menyatakan bahwa pemilu serentak itu bertentangan dengan konstitusi.(SML)