Banten

OPH Soroti Dugaan Penyimpangan Dana Desa di Kabupaten Tangerang

Administrator | Kamis, 10 Oktober 2019

Kabid Bangdes Juhri (Kiri) Ketua OPH Anri Situmeang (tengah) Kasubsi Intel Kejari Tigaraksa Arsyad (kanan) saat menggelar diskusi publik bertajuk komitmen pembangunan desa yang baik dan anti korupsi, di Tigaraksa.

TIGARAKSA - Sebanyak 170 desa dari 246 desa yang tersebar di 29 kecamatan se Kabupaten Tangerang, diduga lakukan penyelewengan dana desa tahun anggaran 2018. Pasalnya, dana yang seharusnya dikelola secara swadaya oleh masyarakat desa, justru dikelola pihak ketiga  berbentuk perseroan terbatas (PT).
   
Hal tersebut, sebagaimana dipaparkan Ketua Organisasi Penimbang Hukum (OPH), Anri Saputra Situmeang, dalam diskusi publik bertajuk komitmen pembangunan desa yang baik dan anti korupsi, di Tigaraksa, Rabu (9/10/2019).

"Jelas program ini sudah melanggar Peraturan Mentri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia, Nomor 16 Tahun 2018. Pada Bab II dijelaskan tujuan dan prinsip yang tertuang pada Pasal 3 huruf F yang berbunyi, Swakelola mengutamakan kemandirian Desa dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan Desa yang dibiayai Dana Desa," tegas Anri kepada awak media.

Anri melanjutkan, dugaan penyelewengan dana desa yang dilakukan 170 desa di Kabupaten Tangerang itu, dikemas dalam beberapa program kegiatan pemberdayaan perangkat desa, yang diantaranya dikerjakan oleh perusahaan atau PT.

“Tidak tanggung-tanggung, setiap Desa ini diminta mengeluarkan anggaran dana desa hingga Rp70 juta, yang dialokasikan untuk beberapa kegiatan pemberdayaan tersebut,” katanya.

Dia mencontohkan, ada salah satu program, perpustakaan desa yang dikelola oleh CV Digta Media. Dalam program itu, setiap desa dipatok mengeluarkan anggaran Rp10 juta.

“Namun pada kenyataannya, perpustakaan yang memakan dana desa hingga Rp Rp 10 juta itu tidak efektif. Tidak hanya item perpustakaan desa saja yang terbentur aturan swakelola, beberapa item lainnya pun dikelola oleh pihak ketiga atau perusahaan yang juga bertabrakan dengan aturan dan ketentuan pengelolaan dana desa,” kata dia.

Menurut Anri, seharusnya program tersebut, terbuka untuk masyarakat desa. Karena sesuai ruh nya Dana Desa dilakukan swakelola oleh masyarakat, dari masyarakat untuk masyarakat.

"Bukan malah dikumpulkan melalui Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) tingkat Kabupaten Tangerang dengan nilai miliaran rupiah, setelah itu diserahkan kepada pihak perusahaan hanya melalui penunjukan langsung. Saya rasa ini ada yang dilanggar," tegas Anri.

Kepala Bidang Pembangunan Desa pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (DPMPD) Juhri mengaku tidak tahu banyak terkait adanya dugaan penyelewengan dana desa sebesar Rp 70 juta itu. Apalagi ada dugaan pengumpulan dana melalui Apdesi dengan instruksi pejabat dinas terkait. Juhri berkilah, dirinya baru saja menjabat dalam posisi Kepala Bidang Pembangunan Desa dua bulan terkahir ini.

"Saya baru 2 bulan ada Dinas ini, setahu saya program tersebut, merupakan kegiatan Kepala Desa melalui Apdesi. Kegiatannya dianggarkan melalui APBDes (anggaran pendapatan dan belanja Desa). Untuk kegiatannya dilaksanakan oleh EO (event organizer),” ucap dia.

Disinggung soal pengelola program yang menghabiskan anggaran hingga belasan miliar rupiah ini Juhri melempar masalah ini ke Apdesi. Karena menurut Juhri itu dilakukan diluar program Bangdes.   

"Yang lebih tau Apdesi mengenai keterlibatan pihak ketiga atau perusahaan sebagai pengelola program dan kegiatan ini," tandasnya. (PUT)