Figur

Militansi Kader Berbasisi Intelektual

Administrator | Selasa, 02 Agustus 2016

Guna Mempertegas Identitas Komisariat

Oleh : Uci Sanusi

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah sebuah organisasi kemahasiswaan tertua saat ini di Indonesia. Sebagai sebuah organisasi yang berusia hampir sama dengan usia Republik ini, yang tepatnya lahir pada 5 Februari 1947 tentu sudah banyak hal yang terjadi pada organisasi ini. Mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kejayaan bahkan sampai pada kemunduran dan perpecahan pernah dialami organisasi yang didirikan oleh bapak Prof. Lapran Pane di sebuah ruangan kuliah STI Jogjakarta, tepatnya UII kini.

Kondisi HMI yang sangat mengkhawatirkan bukan tidak direspon banyak pihak. Ada begitu banyak respon dari banyak pihak, baik itu respon negatif yang mengatakan bahwa sudah selayaknya HMI dibubarkan atau respon positif yang masih optimis  dengan perbaikan HMI. Kita tentu masih ingat bagaimana tahun 70-an hingga 80-an HMI mengalami fase kejayaan yang banyak melahirkan tokoh-tokoh/cendikiawan serta aktivis lokal maupun nasional di Republik ini. Inilah benih-benih romantisme masa lalu yang sering kita banggakan. Kita tentu juga masih ingat bagaimana kongres di Padang HMI terpecah dua antara HMI DIPO dan HMI MPO akibat azas tunggal yang di tetapkan oleh rezim yang berkuasa saat itu, terlepas dari segala motif dan tujuannya.

Kita yang masih peduli dengan keberlangsungan organisasi ini. Sudah selayaknya merespon secara positif masalah yang terjadi pada organisasi ini. Respon positif itu harus kita tunjukan dengan pemberian solusi-solusi atas masalah yang terjadi di HMI hari ini. Dimana pemberian solusi harus mengacu pada akar masalah yang terjadi di HMI. Pertanyaan yang selanjutnya timbul adalah, apa akar masalah hingga HMI seperti ini?. Akar masalah tersebut jelas bukan berada dari luar organisasi ini, akan tetapi justru berada di diri setiap kader HMI. Karena kita sendirilah yang menjalankan roda organisasi ini.

Budaya intelektual kader HMI yang semakin lemah. Tentunya saat ini kita dihadapkan dengan dua pilihan yang pasti. Kita berdamai dengan realitas yang ada atau kita berjuang untuk melawan realitas untuk mewujudkan karakter kader HMI yang intelektual dan berideologis dalam mengemban missi-misi HMI yang jelas bertajuk dalam pasal 4 Anggaran Dasar HMI. "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhai Allah SWT”. Inilah misi yang di emban para kader HMI se-nusantara.

Kondisi di atas adalah gambaran realitas yang terjadi hampir di sebahagian besar cabang dan komisariat. Jika kita memilih berdamai dengan realitas di atas, perubahan tentunya suatu yang mustahil (utopia) semata. Pastinya setiap kader punya semangat dan rasa cinta akan impian perubahan kearah yang lebih baik dalam arti kata berjuang melawan realitas yang ada. Sebab diam tanpa sebuah ikhtiar perjuangan itu sama halnya mati sebelum mati.

Tentunya sebuah perjuangan yang baik mesti memenuhi syarat-syarat tertentu yakni mesti ada upaya rekayasa yang terorganisir, sistematis maupun terpimpin. Solusi kongkrit untuk mengatasi problematika yang terjadi di atas untuk mewujudkan kader yang intelektual dan berideologis harus di lakukan perencanaan-perencanaan yang setrategis pula diantaranya meliputi:
1. Singkronisasi antara kebutuhan kader dan tercapainya misi-misi HMI (mission sacree), dengan program pemetaan minat bakat mahasiswa & kader tersebut, yang menitik beratkan kepada upaya menjawab “students need & students interest.
2. Konsolidasi dan silsturahim baik internal maupun eksternal HMI baik terhadap lintas kader maupun antara kader dan alumni untuk menatap arah dan tujuan HMI kedepan dengan program komunikasi dua arah dan sejajar.
3. Memotivasi peran-peran kekohatian dalam upaya mewujudkan pribadi-pribadi perempuan yang muslimah professional yang berkarakter melalui pelatihan-pelatihan baik itu tingkatan lokal maupun lintas regional, serta nasional dalam upaya menjawab isu-isu gender.
4. Mensuport terciptanya regenerasi instruktur dalam pengelolaan latihan seiring dengan komitmen yang di hasilkan dalam munas pertama di Depok.
5. Penguatan intelektual dan penanaman basis ideologis kader pasca LK1 dan LK2 dengan forum FGD dan kajian-kajian.
6. Serta upaya yang sistematis untuk melakukan pendataan keanggotaan yang berbasis online se-Indonesia upaya peralihan dari paradigm system ke paradigm online.

Dengan meningkatkan kesadaran atas fungsi dan tanggung jawab kader-kader HMI maka sudah saatnya kita beralih dari fase kemunduran menuju fase kebangkitan dalam upaya menciptakan kader HMI yang intelektual dan ideologis. Sebab kita mesti yakin dengan kemampuan yang kita miliki, dengan kekuatan, keyakinan akan melahirkan keberanian dalam menghadapi tantangan masa depan yang menjadikan sesuatu yang mustahil menurut akal, akan menjadi mungkin dengan spirit illahiah dan ikhtiar inilah hakekat tertinggi dari Yakin Usaha Sampai (YAKUSA), AMIN.

Penulis adalah Pengurus HMI Kabupaten Tangerang