Figur

Dinasti dan Hak Politik Personal

Administrator | Minggu, 11 September 2016

Oleh : Isbandi

Lagi-lagi isu dinasti mencuat di setiap agenda Pesta demokrasi. Hal mendasar berkisar dalam pusaran hubungan keluarga seseorang dalam konstelasi politik. Setidaknya isu dinasti dalam kancah politik telah mendapat jawaban konstitusional, setelah adanya penetapan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan putusan Nomor 33/PUU-XIII/2015 yang menganulir larangan politik dinasti di Pilkada sebagaimana diiatur dalam UU No 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada). Adanya keputusan MK itu, maka persoalan politik dinasti di Indonesia tidaklah menjadi larangan, baik dalam proses pemilu legislatif maupun eksekutif.

Era perjalanan Politik dinasti di Indonesia sesungguhnya bukan hal tabú. Pada sistem kerajaan di masa penjajahan berkembang pula kedinastian yang secara garis kekeluargaan dapat memerintah pada suatu wilayah tertentu. Konsep dinasti yang dijalankan pada sistem kerajaan adalah dengan menetapkan pemegang kendali kekuasaan yang dilandasi oleh garis keturunan atau darah daging raja pendahulunya.

Dinasti, atau kelanjutan kekuasaan pemerintahan yang dipegang oleh satu garis keturunan (keluarga yang sama), dalam sejarah Indonesia terlihat dari banyak kerajaan di bumi nusantara dengan rajanya berasal dari satu garis keturunan yang sama, misalnya Dinasti Sailendra pada Kerajaan Mataram Kuno, Dinasti Bendahara pada Kesultanan Johor dan Kesultanan Riau-Lingga.

Suatu dinasti bahkan bisa jadi memerintah di lebih dari satu Negara. Dewasa ini Dinasti Windsor bertahta tidak hanya di Britania Raya tetapi juga di negara-negara persemakmuran seperti Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Meskipun dikepalai oleh raja-raja dari dinasti yang sama negara-negara seperti ini tidak selalu berbagi satu raja. Misalnya Spanyol dan Prancis pernah diperintah oleh raja-raja dari dinasti Bourbon, namun tetap merupakan kerajaan terpisah dengan raja-raja yang berbeda pula. Di Nusantara ini terjadi pada Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan Kasunanan Surakarta yang berasal dari satu dinasti, namun berbeda raja.

Negara yang berhasil mempertahankan dinasti yang sama untuk berabad-abad lamanya adalah Jepang, yang saat ini dipegang di bawah lambang kenegaraan Kaisar dengan urutan-keturunan yang ke 125 (yaitu, Kaisar Akihito yang mulai dinobatkan pada tahun 1989). Kekaisaran Jepang ini sudah berlangsung lebih dari 2500 tahun, karena kekaisaran Jepang dimulai sejak tahun 660 SM dengan kaisar pertamanya yaitu Kaisar Jimmu.

Politik dinastipun berkembang pula di Amerika Serikat yang menjadi Negara pelaksana demokrasi terbaik di dunia. Dinasti Bush dan dinasti Kennedy adalah sebagian contohnya. Fakta di Amerika Serikat ini menjadi bentuk Pengakuan terhadap dunia, bahwa politik dinasti sesungguhnya sebagai hal lumrah di alam demokrasi.

Dinasti era Reformasi

Perkembangan politik dinasti di Indonesia menemukan legalitas secara konstitusional melalui putusan MK. Dasar pemikiran dalam penganuliran aturan larangan politik dinasti adalah pengakuan terhadap Hak Politik Warga Negara dalam asas keadilan dan persamaan dalam mendapatkan perlakuan hukum serta berdemokrasi. Landasan ini tentu saja senada dengan adanya pengakuan atas Hak Azasi Manusia (HAM) di seluruh dunia.

Adanya putusan MK, secara prinsip Bangsa Indonesia tidak lagi melarang suatu keturunan yang sama untuk dapat menjadi konstestan pada pelaksanaan sistem demokrasi. Baik dalam Pemilu legislatif maupun eksekutif. Terlebih proses demokrasi yang dilakukan dihasilkan dari pemilihan langsung oleh masyarakat.

Penerapan politik dinasti di Indonesia hakikatnya telah terjadi sejak masa penjajahan hingga saat ini. Beberapa keluarga yang memiliki keturunan yang sama banyak menduduki posisi strategis pada tataran pemerintahan maupun organisasi tertentu. Beberapa fakta dapat kita lihat, seperti putra ketua dewan pembina Partai Demokrat pernah menjadi sekjen dan akhirnya mendapat kesempatan duduk sebagai anggota DPR RI. Putri dan suami ketua umum PDIP pernah menjadi ketua DPP dan ketua Deperpu juga sebagai anggota DPR RI, serta banyak lagi fakta yang bisa kita Ungkap dalam komposisi pengisian jabatan atas dasar dinasti.

Pada politik lokal dapat kita lihat Istri Bupati Indramayu terpilih menjadi Bupati menggantikan jabatan suaminya pada periode akhir. Wali Kota Cimahi diganti oleh istrinya saat. Terpilih untuk menggantikan posisi suaminya di akhir jabatan. Menantu bupati Bandung Barat terpilih dan menggantikan mertuanya. Sementara di Banten Bupati Tangerang digantikan posisinya oleh anaknya saat bapaknya berkahir masa jabatannya. Bupati Pandeglang setelah melalui 1 periode jabatan bupati kini menjadi bupati setelah suaminya habis periode dan sebelumnya diisi oleh orang lain. Walikota Cilegon di tempati oleh putranya setelah masa jabatan bapaknya berakhir. Bupati Lebak ditempat oleh puteri Bupati terdahulu yang telah berakhir periode
kepemimpinannya berdasarkan hasil pemilihan langsung oleh mayarakat.

Keluarga Pendiri Provinsi Banten mampu mendorong keturunannya menjadi Walikota Tangerang Selatan, Bupati Serang, Walikota Serang dan Bupati Serang dan terpilih oleh masyarakat serta mampu menempati jabatan dalam mengemban amanah sebagai pimpinan daerah.

Proses penempatan jabatan suatu keluarga dalam sistem perpolitikan saat ini tidaklah sama dengan pola pemberian jabatan di era dinasti masa kerajaan. Mekanisme pemilihan dilakukan dengan cara demokratis dan bersifat umum. Sehingga pelarangan politik dinasti pada suatu keluarga di era Reformasi nampaknya kurang tepat, apalagi seluruh mekanisme pemilihannya dilakukan secara langsung, umum, bebas dan rahasia.

Politik dinasti secara harfiah masih menyimpan perbedaan pandangan. Apabila berkacamata pada perjalanan sistem kekuasaan yang berkembang di setiap Negara, dan sistem kerajaan yang pernah terjadi di Indonesia.

Maka Konsep dinasti sesungguhnya lebih pada penetapan seseorang yang berasal dari satu keluarga untuk menempati jabatan strategis tertentu tanpa melalui pemilihan langsung yang dilakukan masyarakat yang dipimpinnya. Namun dilakukan atas dasar penunjukkan atau kesepakatan diantara keluarga yang bersangkutan untuk mengendalikan jabatan.

Menganalisa pada sistem penetapan jabatan dari suatu keluarga diatas, maka apabila penempatan jabatan strategis tertentu dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat yang dipimpinnya itu, dapatkah dikategorikan ke dalam ruang lingkup dinasti?

Pada alam demokrasi sesungguhnya tidak mengenal istilah politik dinasti. Segala hasil pemilihan yang dilaksanakan dengan melibatkan masyarakat dalam menentukan pilihan merupakan bagian dari pengejawantahan sistem demokrasi. Lantas dimanakah letak terjadinya politik dinasti apabila suatu keluarga mendapat kepercayaan dalam proses pemilihan umum untuk bisa mengemban amanat pada jabatan tertentu.

Demokrasi di era Reformasi telah menyepakati untuk memberikan hak yang sama bagi seluruh Warga Indonesia, baik dalam perlakuan hukum, politik, pendidikan, berorganisasi, dan lain-lain. Manakala larangan politik suatu keluarga pada konstestasi pemilu maupun pilkada yang dikemas dalam bentuk istilah politik dinasti, tentu saja hal ini tidak sejalan dengan semangat Reformasi.

Hal terpenting untuk menjaga kualitas demokrasi bukan terletak pada alur garis keturunan suatu keluarga, namun sejauhmana tingkat kepercayaan masyarakat dalam memberikan amanah kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan jabatannya sesuai harapan publik.

Mencermati paparan di atas, sesungguhnya politik dinasti tidaklah perlu menjadi larangan di alam demokrasi. Disamping secara legalitas telah mendapatkan putusan MK juga sebagai bentuk pemberian perlakuan yang sama bagi setiap Warga Negara Indonesia, baik dalam politik, pemerintahan, pendidikan, hukum dan agama secara berkeadilan. Jadikan Negeri kita sebagai pelaksana demokrasi Pancasila yang saling menghargai dan menghormati hak politik Rakyatnya.

Penuis saat ini menjabat sebagai Wakil Sekretari DPD Partai Golkar Provinsi Banten